Kuasa Hukum Terdakwa Pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rahmat,SH, Andi Syarifudin,SH Membacakan Nota Pembelaan (Pledoi)
Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar Sidang Pembacaan Nota Pembelaan terkait perkara dugaan suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, dengan terdakwa mantan Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia (Ses MA RI) Zarof Ricar, ibu Gregorius Ronald Tannur, Meirizka Wijaya, dan pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rahmat SH, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa,10 Juni 2025.
Kuasa Hukum Terdakwa Pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rahmat,SH, Andi Syarifudin,SH Membacakan Nota Pembelaan (Pledoi) di hadapan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tim Kuasa Hukum. Kuasa Hukum terdakwa pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rahmat,SH, Andi Syarifudin,SH mengatakan, isi Pledoinya krusial sekali yakni kliennya (terdakwa Lisa Rahmat SH) dituntut sebagian haknya, bahwa terdakwa Lisa Rahmat,SH adalah seorang advokat,
Menurutnya ada hal yang juga krusial yaitu adanya penyitaan barang bukti di dalam tuntutan jaksa yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana yang namanya orang dituduh memberikan suap berarti barangnya sudah berpindah tempat dan tidak mungkin ada di dalam rumahnya (terdakwa Lisa Rahmat,SH). “Nah, barang-barang yang disita dari dalam rumahnya (terdakwa Lisa Rahmat SH) itu memang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana. Oleh karena itu, memang harus dikembalikan, ”ungkap Andi Syarifudin SH
Andi. Menambahkan, seperti yang tadi didengarkan bersama dalam Pledoi, intinya jangan sampai negara itu dijadikan alat atas nama keadilan untuk merampok hak orang lain. “Itu kan sama sekali hal yang sangat tidak diperbolehkan,"ujarnya.
“Jangankan menghadirkan barang bukti oleh jaksa, keterangan saksi pun juga di pengadilan sekalipun itu sudah di Berita Acara Pemeriksaan (BAP), kemudian jaksa tidak bisa menghadirkan di muka persidangan, itu pun dianggap tidak pernah ada. Apalagi, barang bukti. Itu harus dibuktikan di pengadilan. Itu lah penting adanya pengadilan,”tegasnya.
Ditambahnya, Ada barang bukti disebut-sebut oleh jaksa tapi tidak pernah ditunjukkan di muka persidangan kepada kliennya. “Kami anggap barang bukti itu tidak pernah ada,'”katanya.
“Dalam kasus ini, hanya satu orang saja yang mengaku, bahwa menerima uang dari terdakwa Lisa Rahmat SH. Namun, kita ketahui bersama, bahwa keterangan saksi hanya satu orang itu bukan keterangan saksi atau alat bukti, sehingga kami beranggapan, bahwa keterangan saksi Erintuah Damanik bukanlah satu alat bukti,”ujarnya.
"Terlebih penting lagi di dalam perkara ini, ia sama sekali tidak menemukan satu alat bukti yang menjelaskan perbuatan terdakwa Lisa Rahmat SH. “Sebenarnya, ada hal yang ingin saya sampaikan tujuan dari alat bukti itu apa untuk dihadirkan di muka persidangan. Bahwa tujuan dari alat bukti itu ada 2 (dua) yakni pertama, menjelaskan tentang apa yang dituduhkan atau didakwakan kepada terdakwa Lisa Rahmat SH. Kedua, menjelaskan, bahwa barang bukti itu adalah benar-benar hasil kejahatan atau barang itu adalah alat yang digunakan untuk melakukan suatu tindak kejahatan. Jadi itu tujuannya alat bukti,”paparnya.
“Alat bukti itu identik dengan orang. Bisa menjelaskan, kalau barang bukti itu adalah jelas barang tidak bisa menjelaskan diri sendiri. Tidak mungkin misalnya, teve itu berteriak, “Pak polisi saya ini adalah teve yang dicuri oleh si A”. Oleh karena itu, perlu ada alat bukti yang menjelaskan, bahwa benar teve itu adalah hasil kejahatan. Benar misalnya, pistol atau parang itu dipergunakan sebagai alat untuk melakukan suatu tindak kejahatan. Itu yang lebih penting,”tambahnya.
Andi mempertanyakan, adakah satu alat bukti yang menjelaskan, bahwa terdakwa Lisa Rahmat,SH menyerahkan uang itu kepada hakim PN Surabaya, Erintuah Damanik. “Kami tidak menemukan saksi fakta yang bisa menjelaskan, bahwa terdakwa Lisa Rahmat,SH benar-benar telah melakukan tindak pidana dalam hal menyerahkan uang itu kepada ketiga hakim PN Surabaya (Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul) dan tidak ada satu alat bukti surat. Misalnya, bukti transfer uang yang menjelaskan, bahwa benar loh terdakwa Lisa Rahmat SH telah menyerahkan uang kepada hakim PN Surabaya Erintuah Damanik. Misalnya, sebagai orang yang mengaku terima uang dari terdakwa Lisa Rahmat SH. Apa lagi alat bukti? Keterangan Ahli,” ujarnya.
“Keterangan Ahli itu tentunya ada uji forensik yang melekat kepada barang bukti itu, bahwa “Benar loh barang bukti uang itu adalah bersumber dari terdakwa Lisa Rahmat SH kepada hakim PN Surabaya, Erintuah Damanik atau ketiga hakim PN Surabaya itu,”katanya.
Andi menegaskan, barang bukti itu tidak pernah ditunjukkan di muka persidangan. “Alat bukti. Petunjuk-petunjuk itu diambil dari surat. Keterangan terdakwa, keterangan saksi-saksi yang bersesuaian yang menjelaskan, bahwa terdakwa Lisa Rahmat SH itu benar-benar telah melakukan tindak pidana yang dituduhkan atau didakwakan kepadanya. Apalagi, pengakuan. Terdakwa Lisa Rahmat SH tidak mengaku dari ke-5 (lima) alat bukti itu. Kami tidak menemukan, bahwa dari lima alat bukti itu, bahwa dari persidangan ini adanya alat bukti yang menjelaskan, terdakwa Lisa Rahmat,SH benar-benar telah melakukan tindak pidana itu,”katanya.
Oleh karena itu, ketika ia mengacu kepada Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), bahwa pada pokoknya, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang tanpa 2 (dua) alat bukti dan keyakinan hakim. Ia mengharapkan Pledoinya didengar oleh hakim.
Perlu diketahui, tuntutan jaksa yang dibacakan pada pekan lalu kepada terdakwa Lisa Rahmat SH dituntut hukuman kurungan penjara selama 14 (empat belas) tahun. Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu (11/06/2025), jaksa akan menyampaikan Replik (Jawaban) atas pembacaan Nota Pledoi tim Kuasa Hukum terdakwa Lisa Rahmat,SH.(Red).
Komentar
Posting Komentar